SELAMAT DATANG DI TEMPAT MENGKAJI KITAB WAROQOT YANG ISINYA MENJELASKAN DASAR-DASAR ILMU USHUL FIQH



silahkan tuliskan suatu kata/kalimat yang mungkin ada di Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

NAHI DAN MACAM-MACAM NYA

post on: Jumat, Agustus 12, 2011
Setelah menerangkan amr, sekarang akan diterangkan lawan dari amr, yakni nahi & macam2nya. Mushonif menuliskan :
والنهى إستدعاء أى طلب الترك بالقول ممن دونه على سبيل الوجوب على وزان ما تقدم فى حد الأمر ويدل النهى المطلق شرعا على فساد المنهى عنه فى العبادات سواء أنهى عنها لعينها كصلاة الحائض وصومها أو لأمر ﻻزم لها كصوم يوم النحر والصلاة فى الأوقات المكروهة وفى المعاملات إن رجع إلى نفس العقد كما فى بيع الحصاة أو لأمر داخل فيها كما فى بيع الملاقيح أو لأمر خارج عنه ﻻزم له كما فى بيع درهم بدرهمين فإن كان غير ﻻزم له كالوضوء بالماء المغصوب مثلا وكالبيع وقت الجمعة لم يدل على الفساد خلافا لما يفهمه كلام المصنف

Nahi adalah :
القول الدال على استدعاء الترك ممن هو دونه على سبيل الوجوب
"ucapan yang menunjukkan permintaan untuk meninggalkan sesuatu kepada org sebawahnya yg sifatnya wujub/harus". Sedamgkan nahi yg dimutlakkan :
مطلق النهى يقتضى دوام الترك ما لم يقيد بالمرة
"nahi yg dimutlakkan menuntut untuk ditinggalkan slamanya, selama tdk disertai qoyid untk dilakukan skali saja".

Contoh nahi yg dimutlakkan : ‎ﻻ تأكلوا الرباjanganlah kalian memakan riba (berarti larangan memakan riba dsni berlaku slamanya, krna tdk ada qoyid yg menunjukkan dilakukan skali saja).

Contoh nahi yg diqoyidi "cukup dilakukan sekali" adalah : ﻻ تسافر اليوم = jangan bepergian hari ini (berarti besok/lusa boleh bepergian).

Larangan yg tdk bersifat mengharuskan, tdk bisa disebut nahi, sebagaimana larangan untk meninggalkan perkara makruh yg sifatnya hanya anjuran. Maka pada hakikatnya, makruh bukan termasuk perkara terlarang (an-manhiyyu 'anhu).

Secara akal, perkara yg dilarang adalah perkara yg tercela. Maka nahi yg dimutlakkan berarti menunjukkan rusak(batal)nya perkara yg dilarang, baik brupa ibadah maupun mu'amalah.

Larangan yg menjadikan batalnya perkara yg dilarang adalah larangan yg mengarah kepada :
1. Dzatiyah ibadah atau mu'amalah, seperti :
a) larangan sholat & puasa bagi yg haidl. Larangan ini langsung mengarah kpd dzatnya ibadah, dalilnya hadits :
أليس إذا حاضت لم تصل ولم تصم
"bukankah ketika wanita haidl, tdk diperbolehkan sholat & puasa".
Maka bila wanita yg sdang haidl melakukan sholat atau puasa, maka puasa / sholatnya tidak sah atau dihukumi rusak / batal.
b) Larangan agar tdk melakukan ba'i hashoh {jual beli dgn cara melempar kerikil untk menentukan barang yg akan dibeli} dengan tanpa menggunakan shighot. Larangan ini menunjukkan atas batalnya BA'I AL-HASHÖH, krn mengarah kpd shighot yg menjadi rukun (dzatiah) dri akad jual-beli.
c) Larangan menjual anak binatang yg mash dlam kandungan, larangan ini mengarah kpd MABI' (barang yg dijual), krna janin dlm kandungan tdk bisa disbut harta, sdangkan syarat dari barang yg diperjual-belikan harus brupa harta (MAAL). Larangan ini menunjukkan atas batalnya akad jual-beli anak binatang yg msh brada dlm kandungan, krn mengarah kpd mabi' yg merupakan rukun dari akad jual-beli.

2. Perkara diluar ibadah yg slalu menetap dlm ibadah atau mu'amalah.
Pengertian "selalu menetap" disini adalah tdk bisa dipisahkan. Artinya, ibadah maupun mu'amalah tdk akan bisa terwujud dgn tanpa perkara tersebut. Seperti contoh :
a) Larangan berpuasa pada 2 hari raya, dgn dasar hadits :
نهينا عن صيامين وبيعتين الفطر والنحر والملامسة والمنابذة‎
"kita dilarang dari dua macam puasa dan 2 macam jual-beli, yaitu puasa pada 'idul fitri & idul adha, jual-beli dgn menyentuh barang ditempat yg gelap & jual-beli dgn saling melemparkan".
Larangan puasa pda hadits ini, tdk ditujukan kpd dzatiahnya puasa, tapi mengarah pda i'rodl 'an dliyäfatillah (berpaling dari suguhan Allah). Sedangkan berpaling dri hidangan Allah ini pasti terjadi pada diri org yg puasa. Sebab org yg berpuasa meninggalkan makan & minum, sdangkan org yg tdk makan & minum pd saat hari raya berarti menolak hidangan yg disuguhkan Allah untuk umatNYA. Maka puasa pada hari raya dihukumi haram & tdk sah (fasid).

b) Larangan mengerjakan sholat sunah mutlak pada waktu2 yg dimakruhkan sholat. Yaitu saat {matahari terbit, matahari tepat diatas kepala kecuali pd hari jumat, setelah sholat asar, stlah sholat subuh, & saat matahari menguning menjelang maghrib}. Larangan disini tdk ditujukan kpd dzatiahnya sholat, tapi mengarah kpd "penggunaan waktunya". Sedangkan waktu itu merupakan perkara yg tak terpisahkan dri sholat, krn stiap sholat pasti membutuhkan kpd waktu. Maka sholat sunah pd waktu2 yg dimakruhkan itu hukumnya tdk sah atau fasid.
c) Larangan menjual satu dirham ditukar dgn dua dirham (riba fadlol). Larangan ini ditujukan kpd kelebihan satu dirham yg merupakan sesuatu diluar mabi' namun ditetapkan didalam akad ba'i. Oleh karna ditetapkan dlm akad, maka keberadaannya tdk bisa lepas dri akad tersebut (bersifat mengikat) {an-nafahät, 67}.

Bersambung yah :-)

POSTING BERKAITAN
TEMPLATE DESIGN BY
m-template | by: bagas96

Demi kelangsungan blog ini, silahkan untuk meng-klik iklan dibawah ini, gratis!!!!!

PESAN


Entri Populer Minggu ini

Arsip Blog

Total Tayangan Laman

Your browse

Mengenai Saya

Foto saya
tegal, jawa tengah, Indonesia

Pengikut

#top I powered by blogger.com